Senin, 02 Juli 2012

APRESIASI PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN EKSPRESIF


APRESIASI PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN EKSPRESIF

PENDAHULUAN
Latar belakang pemilihan puisi dan pendekatan
Angkatan Balai Pustaka disebut juga dengan angkatan 20-an. Puisi angkatan 20-an merupakan awal munculnya puisi baru. Pada angkatan ini mulai terjadi pembaruan puisi, baik dari segi bentuk, isi, maupun bahasa. Perubahan ini disebabkan oleh adanya kelompok pemuda yang mulai tidak menyukai puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu. Para pemuda menganggap puisi lama yang bersifat statis itu tidak sesuai dengan jiwanya yang bersifat dinamis dan ingin bebas. Mereka menginginkan puisi yang merupakan pancaran jiwanya. Ada tiga orang yang dianggap sebagai perintis puisi baru, yaitu Mr. Moh. Yamin, Rustam Effendi, dan Sanusi Pane.
Puisi angkatan Balai Pustaka ini cenderung beraliran romantik dan impresionisme. Dalam aliran romantik, perasaan lebih ditonjolkan, sedangkan pertimbangan rasio sering dinomorduakan. Kecenderungan isi puisi yang beraliran romantik adalah menggambarkan keindahan alam, gunung, dan sebagainya. Sebagai contoh, kumpulan puisi “Tanah Air” yang ditulis oleh Moh. Yamin. Dalam puisi tersebut, Yamin melukiskan secara emosional kecintaannya pada tanah airnya. Sedangkan dalam aliran impresionisme, pengarang mengolah kesan-kesan yang timbul dari kenyataan di dalam batinnya, kemudian pengarang membuat pemerian (deskripsi) tentang kesannya itu ke dalam puisi. Sebagai contoh puisi yang menggunakan aliran ini adalah puisi “Teratai” karangan Sanusi Pane. Dari segi isi, puisi angkatan Balai Pustaka cenderung berisi tentang ungkapan perasaan pribadi seorang menusia (pengarang). Oleh karena itu, digunakan pendekatan ekspresif untuk menganalisisnya
Sedangkan kalau dilihat dari aspek literernya, puisi pada angkatan ini sedikit berbeda dengan puisi lama. Oleh karena itu, untuk mengetahui perbedaan apa saja yang terdapat di dalamnya, digunakan pendekatan analisis untuk menganalisisnya.

Tujuan Penulisan Hasil Apresiasi
Tujuan penulisan hasil apresiasi puisi angkatan Balai Pustaka ini adalah untuk memaparkan karakteristik puisi angkatan Balai Pustaka yang dianalisis menggunakan pendekatan analitik dan ekspresif, sehingga dapat diketahui perbedaannya dengan angkatan sebelumnya, yaitu puisi lama. Dengan demikian, akan dapat diketahui mengapa angkatan ini juga disebut sebagai pelopor/awal mula lahirnya puisi baru.

Pengertian Pendekatan dan Prosedur Kerja Apresiasi
Pendekatan Analitik dan Prosedur Kerja
Secara umum, pendekatan analitik dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang berusaha memahami unsur-unsur intrinsik dalam suatu cipta sastra serta melihat bagaimana hubungan antara unsur yang satu dengan lainnya serta peranan unsur-unsur tersebut. Disebut secara umum karena rumusan pengertian tersebut belum mengacu pada salah satu genre sastra tertentu, apakah itu prosa fiksi atau puisi. (Aminuddin, 1987:164)
Tidak berbeda jauh dengan pengertian di atas, pengertian pendekatan analisis dalam mengapresiasi puisi adalah pendekatan yang secara sistematis dan objektif berusaha memahami bagaimana hubungan antara unsur yang satu dengan lainnya (Aminuddin 1987:164).
Menurut Aminuddin (1987:161), untuk mengapresiasi puisi dengan menggunakan pendekatan analitik, dapat dilaksanakan langkah kerja sebagai berikut:
  1. Membaca puisi yang akan dianalisis secara berulang-ulang,
  2. Menetapkan butir masalah yang akan dianalisis serta menentukan tata urutannya,
  3. Menganalisis puisi sesuai dengan masalah dan tata urutan yang telah ditetapkan,
  4. Menyusun konsep hasil analisis,
  5. Menyimpulkan hasil analisis.

Pendekatan Ekspresif dan Prosedur Kerja
            Teori ekspresif, dengan Plato dan Aristoteles sebagai pemulanya, beranggapan dasar bahwa teks sastra, terutama puisi, pada dasarnya merupakan ekspresi spontan yang terolah lewat kedalaman emosi pengarangnya. Ekspresi spontan itu sendiri dalam hal ini telah terbebaskan dari ikatan kesan pengamatan pengarang terhadap suatu objek. Akan tetapi, karena ekspresi spontan itu diawali oleh endapan pengalaman pengarang, telaah lewat teori ekspresif ini sering diawali dengan upaya pemahaman terhadap realitas yang menjadi pangkal timbulnya obsesi atau pengalaman. Oleh karena itu, dalam telaahnya, riwayat hidup pengarang, peristiwa yang melatarbelakangi kehadiran suatu karya sastra, menjadi penting.
            Prosedur kerja untuk mengapresiasi puisi menggunakan pendekatan ekspresif adalah sebagai berikut:
  1. Membaca puisi yang akan dianalisis secara berulang-ulang,
  2. Mencoba menemukan suasana yang terkandung di dalamnya,
  3. Mencari informasi tentang pengarangnya, seperti riwayat hidupnya dan peristiwa yang terjadi semasa ia mencipta karya tersebut.

KARAKTERISTIK PUISI
Karakteristik Bahasa Puisi
Diksi
            Penyair harus cermat dalam memilih diksi karena diksi yang dipilih harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan diksi itu di tengah konteks diksi lainnya, dan kedudukan diksi dalam keseluruhan puisi itu. Oleh karena itu, selain memilih diksi yang tepat, penyair juga harus mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut.

Kata Konkret
            Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, biasanya digunakan kata konkret. Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengimajian penyair, maka kata konkret dapat dikatakan sebagai syarat atau sebab terjadinya pengimajian (Waluyo, 1987:81).
Puisi angkatan Balai Pustaka cenderung menggunakan kata konkret. Sebagai contohnya dapat kita perhatikan puisi Bukit Barisan karya Moh. Yamin di bawah ini!

Di atas batasan Bukit Barisan,
Memandang beta ke bawah memandang,
Tampaklah hutan rimba dan ngarai,
Lagipun sawah, telaga nan permai,
Serta gerangan lihatlah pula,
Langit yang hijau bertukar warna,
Oleh pucuk daun kelapa.


Kata Konotasi
            Kata konotasi merupakan kata yang memiliki makna tersirat.

       Aduh lagu serunai jantung,
Susunan ombak bualan hati
...
      (Lagu, Rustam Effendi)

Pengimajian
Pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian: kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan (Waluyo, 1987:78). Pengimajian biasanya ditandai dengan penggunaan kata konkret. Imaji yang ditimbulkan ada tiga macam, yaiti imaji visual, imaji auditif, dan imaji taktil. Menurut S. Effendi, pengimajian dalam sajak dapat dijelaskan sebagai usaha penyair untuk menciptakan atau menggugah timbulnya imaji dalam diri pembacanya, sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan mata hati untuk melihat benda-benda, warna, dengan telinga hati mendengar bunyi-bunyian, dan dengan perasaan hati kita menyentuh kesejukan dan keindahan benda dan warna.

Imaji Visual
...
Di balik gunung, jauh di sana,
Terletak taman Dewata raya,
...
(Wijaya Kesuma, Sanusi Pane)

Imaji Taktil
...
Terdengar kampung memanggil taulan
Rasakan hancur tulang belulang
...
(Bukit Barisan, Moh. Yamin)

Imaji Auditif
...
Terdengar kampung memanggil taulan
Rasakan hancur tulang belulang
...
(Bukit Barisan, Moh. Yamin


Bahasa Kias/Majas
Personifikasi
            Personifikasi adalah gaya bahasa yang menganggap benda-benda tak bernyawa mempunyai kegiatan, maksud, dan napsu, seperti yang dimiliki oleh manusia.
...
Alun membawa bidukku perlahan
Dalam kesunyian malam waktu
...
(Dibawa Gelombang, Sanusi Pane)


Dalam puisi di atas, terdapat kalimat /alun membawa bidukku perlahan/. Kata “membawa” lazimnya dilakukan oleh benda hidup (manusia), tetapi dalam puisi di atas digunakan untuk “alun”. “alun” adalah gelombang yang memanjang dan bergulung-gulung, biasanya lebih kecil daripada ombak, tetapi lebih besar daripada riak (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:33).

Simili
            Kiasan yang tidak langsung disebut dengan simili. Benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya dan digunakan kata-kata, seperti: laksana, bagaikan, bagai, bak, dan sebagainya (Waluyo, 1987:84).
...
Seperti matahari mencintai bumi,
Memberi sinar selama-lamanya,
...
(Sajak, Sanusi Pane)

Sarana Retorika/Gaya Bahasa
Hiperbola
            Hiperbola adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu hal atau keadaan secara berlebihan. Penyair terkadang merasa perlu melebih-lebihkan hal yang dibandingkan itu agar mendapatkan perhatian yang lebih seksama dari pembaca.
...
Ombak bergulung hambur-menghambur
Mencari tepi tanah pesisir
...
(Perasaan, Moh. Yamin)




Inversi
            Inversi adalah gaya bahasa yang meletakkan predikat di depan subjek. Gaya bahasa ini dapat dijumpai pada puisi di bawah ini:
...
Supaya selamanya, segenap ketika
Harum berbau, semerbak belaka.
...
(Gubahan, Moh. Yamin)

Antitesis
            Antitesis adalah gaya bahasa yang mengandung paduan kata yang berlawanan.
...
Habislah tahun berganti zaman
Badan merantau sakit dan senang
Membawakan diri untung dan malang
...
(Bukit Barisan, Moh. Yamin)

Karakteristik Bentuk
Perulangan Bunyi
Rima
Rima merupakan pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atauorkestrasi. Dengan pengulangan bunyi tersebut, puisi menjadi merdu jika dibaca.
Bukan beta bijak berperi,
Pandai menggubah madahan syair,
Bukan beta budak Negeri,
Musti menurut undangan mair.
...
(Bukan Beta Bijak Berperi, Rustam Effendi)

Aliterasi dan Asonansi
Pada puisi angkatan Balai Pustaka, mulai digunakan sajak aliterasi dan asonansi. Pelopor penggunaan kedua sajak tersebut adalah Rustam Effendi. Sajak aliterasi merupakan sajak awal (untuk mendapatkan efek kesedapan bunyi); perulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:31). Contoh penggunaan sajak aliterasi:

Bukan beta bijak berperi,
Pandai menggubah madahan syair,
...
(Bukan Beta Bijak Berperi, Rustam Effendi)

sedangkan sajak asonansi merupakan perulangan bunyi vokal di deretan kata (KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA, 2005:72). Contoh penggunaan asonansi,

Di mana harga karangan sajak,
   Bukanlah dalam maksud isinya,
...
(Sajak, Sanusi Pane)

Onomatope
Onomatope berarti tiruan terhadap bunyi-bunyi yang ada. Dalam puisi, bunyi-bunyi yang dipilih oleh penyair diharapkan dapat memberikan gema atau memberikan warna suasana tertentu seperti yang diharapkan oleh penyair. Efek yang dihasilkan akibat onomatope akan kuat terutama jika puisi tersebut dioralkan (dibaca secara keras).
O, bukannya dalam kata yang rancak
Kata yang pelik kebagusan sajak.
...
(Sajak, Sanusi Pane).
      
Versifikasi
Irama atau Ritme
            Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Ritma puisi berbeda dari metrum  (matra). Metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap. Metrum bersifat statis. Ritma berasal dari bahasa Yunani rheo yang berarti gerakan-gerakan air yang teratur, terus-menerus, dan tidak putus-putus (mengalir terus). Slame Mulyana menyatakan bahwa ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan. Tiap penyair, aliran, periode, dan angkatan, mempunyai perbedaan cara mengulang hal-hal yang dipandang membentuk ritma itu. Dalam puisi pada angkatan Balai Pustaka, dalam membentuk ritma yang padu, masih sering digunakan teknik pemotongan baris puisi menjadi dua frasa. Teknik ini sama seperti pada puisi lama karena seperti yang kita ketahui, puisi Balai Pustaka merupakan peralihan dari puisi lama ke puisi baru.

Bukan beta / bijak berperi,
Pandai menggubah / madahan syair,
Bukan beta / budak Negeri,
Musti menurut / undangan mair.
...
(Bukan Beta Bijak Berperi, Rustam Effendi)
Bentuk Soneta
            Pada angkatan Balai Pustaka, mulai dikenalkan bentuk puisi soneta oleh Moh. Yamin dan Rustam Effendi. Soneta berasal dari Italia. Kata soneta berasal dari bahasa Latin sono yang berarti suara. Maka, pengertian kata soneta adalah syair yang bersuara. Perhatikan soneta Moh. Yamin di bawah ini!

PAGI-PAGI
Teja dan cerawat masih gemilang,
Memuramkan bintang mutiaranya,
Menjadi pudar padam cahaya,
Timbul tenggelam berulang-ulang.

Fajar di timur datang menjelang,
Membawa permata ke atas dunia,
Seri-berseri sepantun mulia,
Berbagai warna bersilang-silang.

Lambat laun serta berdandan,
Timbullah matahari dengan perlahan,
Menyinari bumi dengan keindahan.

Segala bunga harum pandan,
Kembang terbuka, bagus gubahan,
Dibasahi embun, titik di dalam.

Dari contoh puisi di atas, dapat diketahui ciri-ciri dari soneta, yaitu: memiliki jumlah baris 14 yang terbagi menjadi 2 kuatrin dan 2 terzina; rangka sajaknya /abba/ /abba/ /ccc/ /ccc/. Bentuk soneta pada puisi Pagi-Pagi tersebut sebenarnya sudah bukan merupakan bentuk asli soneta yang berasal dari Italia. Moh. Yamin dan Rustam Effendi, serta para penyair dari Indonesia, tidak memegang terlalu dogmatis syarat-syarat soneta asli Italia. Oleh karena itu, timbul barmacam-macam rangka soneta yang terdiri 14 baris.

Karakteristik Isi
Tema Puisi
            Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu demikian kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. (Waluyo, 1987:106)
            Dalam puisi angkatan Balai Pustaka, kita dapat menemukan tema puji-pujian terhadap Tanah Air. Contoh puisi yang menggunakan tema tersebut dapat kita lihat pada kumpulan puisi Tanah Air karya Moh. Yamin. Berikut ini kutipannya:

Di atas batasan Bukit Barisan,
Memandangi beta ke bawah memandang,
Tampaklah hutan rimba dan ngarai,
Lagipun sawah, telaga nan permai,
Serta gerangan lihatlah pula,
Langit yang hijau bertukar warna,
Oleh pucuk daun kelapa.

Selain tema tersebut, juga terdapat tema nasionalisme, seperti pada puisi Teratai karya Sanusi Pane.

Nada dan Suasana Puisi
            Dalam menulis puisi, penyair memiliki sikap tertentu terhadap pembaca, apakh ia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu pada pembaca. Sikap penyair terhadap pembaca ini disebut nada puisi.
            Jika nada merupakan sikap penyair pada pembaca, maka suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Jika kita bicara tentang sikap penyair, maka kita berbicara tentang nada, tetapi jika kita berbicara tentang suasana jiwa pembaca yang timbul setelah membaca puisi, maka kita berbicara tentang suasana.
            Nada dan suasana puisi saling berhubungan karena nada puisi memberikan suasana terhadap pembacanya. Sebagai contoh, nada kegelisahan dapat kita temukan dalam puisi Hujan Badai karya Rustam Effendi.

Perasaan dalam Puisi
            Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Meskipun tema yang diambil oleh dua orang penyair sama, tetapi jika perasaan masing-masing berbeda, maka hasil puisi yang diciptakan akan berbeda pula. Sebagai contoh, perasaan penyair yang satu dengan yang lain berbeda-beda dalam menghadapi pahlawan kemerdekaan. Sanusi Pane dalam puisinya Teratai mengungkapkan kekagumannya terhadap Ki Hajar Dewantara, sehingga Ki Hajar diumpamakan sebagai teratai. Berbeda dengan Chairil Anwar dalam puisinya Diponegoro. Dalam puisi tersebut, Chairil menyatakan kekagumannya terhadap pahlawan itu dan ia bermaksud untuk memberi nasihat kepada pembaca agar kepahlawanan Diponegoro menjadi api pembangunan.



Amanat dan nilai Puisi
            Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi (Waluyo, 1987:130). Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Namun, banyak juga penyair yang tidak menyadari apa amanat puisi yang diciptakannya. Mereka yang berada dalam situasi seperti ini biasanya merasa bahwa menulis puisi merupakan kebutuhan untuk berekspresi atau kebutuhan untuk berkomunikasi atau kebutuhan untuk aktualisasi diri.

HASIL APRESIASI DENGAN PENDEKATAN ANALITIK DAN EKSPRESIF
Analisis Puisi Teratai karya Sanusi Pane dengan Pendekatan Analitik

TERATAI
Dalam kebun di tanah airku,
imaji visual, kata konkret
Tumbuh sekuntum bunga teratai,
imaji visual, kata konkret
Tersembunyi kembang indah permai,
imaji visual, kata konkret
Tidak terlihat orang yang lalu.
imaji visual, kata konkret

Akar tumbuh di hati dunia,
imaji visual, kata konkret
Daun berseri laksana mengarang,
imaji visual, kata konkret, majas simili
Biarpun ia diabaikan orang,
imaji visual, kata konkret
Seroja kembang gembilang mulia.
imaji visual, kata konkret

Teruslah, o teratai bahagia,
imaji visual, kata konkret
Berseri di kebun Indonesia,
imaji visual, kata konkret
Biar sedikit penjaga taman.
imaji visual, kata konkret

Biarpun engkau tidak diihat,
imaji visual, kata konkret
Biarpun engkau tidak diminat,
imaji taktil, kata konkret
Engkaupun turut menjaga zaman.
imaji visual, kata konkret

Jika dianalisis menggunakan pendekatan analitik, dapat diketahui bahwa puisi yang berjudul Teratai karya Sanusi Pane di atas dari segi bahasanya menggunakan kata konkret, seperti yang terdapat dalam kalimat /dalam kebun di tanah airku/. Pengimajian yang digunakan didominasi oleh imaji visual. Meskipun demikian dapat ditemukan juga imaji taktil, yaitu pada kalimat /biarpun engkau tidak diminat/. Puisi tersebut secara keseluruhan menggunakan majas personifikasi. Namun. Ada pula majas simili, yaitu pada kalimat /daun berseri laksana mengarang/. Sarana retorika yang ditemukan adalah inversi, yaitu terdapat dalam kalimat /tumbuh sekuntum bunga teratai/. Tumbuh adalah predikat, sedangkan sekuntum bunga teratai adalah subjek.
Dari segi bentuk, puisi tersebut berima peluk, yaitu /abba/ /abba/ /ccd/ dan /ccd/. Puisi tersebut juga menggunakan rima aliterasi dan asonansi. Rima aliterasi dapat kita temukan pada kalimat /dalam kebun di tanah airku/. Kata /dalam/ dan kata /tanah/ mengandung rima aliterasi, yaitu vokal /a/, sedangkan kata /kebun/ dan kata /airku/ mengandung rima aliterasi, yaitu vokal /u/. Sebagai contoh adanya rima asonansi dapat kita lihat pada kalimat /tersembunyi kembang indah permai/. Dalam kalimat tersebut terdapat perulangan konsonan /m/. Puisi tersebut berbentuk soneta karena terdiri atas 14 baris yang terbagi atas 2 kuatrin yang disebut oktaf dan 2 terzina yang disebut sektet.
Dari segi struktur isi, puisi tersebut bertemakan kekaguman terhadap Ki Hajar Dewantara yang dilambangkan sebagai bunga teratai. Perasaan dalam puisi tersebut adalah kekaguman terhadap Ki Hajar Dewantara, sehinnga ia diumpamakan sebagai bunga teratai. Amanat yang terkandung di dalamnya adalah bersifat sosial, yaitu sebagai makhluk sosial, manusia harus peka terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk pada pahlawan yang telah berjasa bagi nusa dan bangsa.

Analisis Puisi dengan Pandekatan Ekspresif
            Puisi tersebut tidak menggambarkan teratai sebagai bunga, tetapi sebagai lambang untuk seorang tokoh yang dikagumi oleh penyair, yaitu Ki Hajar Dewantara. Isi puisi tersebut merupakan ungkapan perasaan pribadi pengarangnya yang berupa kesan penyair terhadap tokoh tersebut. Kerendahan hatinya seperti bunga teratai yang tumbuh di kolam, tidak dikenal oleh banyak orang, diabaikan dan tidak diminati. Namun demikian, hasil pemikirannya diterima oleh seluruh umat bahkan menjadi dasar pemikiran tingkat dunia. Pada bait ketiga dan keempat, penyair berharap agar Ki Hajar Dewantara meneruskan gagasan dan cita-citanya demi kemajuan bangsa Indonesia meskipun Ia tidak dikenal dan diminati orang. Dengan cara itulah Ki Hajar Dewantara dapat turut menjaga zaman.
            Dari bait-bait pada puisi ini dapat diketahui bahwa pada saat penyair menciptakan puisi ini, ia sedang dalam perasaan kagum terhadap salah seorang tokoh pahlawan yang kemudian dituangkannya melalui bahasa puisi.

Analisis Puisi Tengah Malam karya Rustam Effendi dengan Pendekatan Analitik

TENGAH MALAM
Tengah malam   
kata konkret, imaji visual
Aku tersintak mengenang engkau
Kata konkret, imaji taktil
Padamu, buah hatiku, aku merindu.
Kata konotasi              kata konkret
Imaji visual                 imaji taktil
Majas metafora

Akh rahasia jiwa
Kata konotasi, imaji taktil, majas metafora
tersiur, terserah di dalam dada.
Kata konotasi, inaji visual dan takti, majas personifikasi

Tengah malam
Kata konkret, imaji visual
mata mengalir, tubuh menggigir.
Kata konotasi, imaji visua dan taktil, majas dipersonifikasi
Menyerbu, sayu dan rayu, ke dalam kalbu.
Kata konotasi, imaji visual dan taktil, majas personifikasi
Wah jahatnya kenangan,
Kata konotasi, imaji visual dan taktil, majas personifikasi
risau risau tiada keruan,
Kata konkret, imaji taktil

Tengah malam
Kata konkret, imaji visual
aku mendamba kepada sa’at,
Kata konotasi, imaji visual
yang membawa jiwa ke hadirat Tuhan.
Kata konotasi               kata konkret
Imaji visual                   imaji visual
Majas personifikasi
Wah besar gembira hati beta,
Kata konkreti, imaji taktil
Alam silam, Malam betakhta.
kata konotasi, majas visual dan taktil, majas personifikasi

            Berdasarkan hasil analisis puisi Tengah Malam karya Rustam Effendi tersebut dapat diketahui bhwa dari segi bahasa diksi atau pilihan kata yang digunakan sebagian besar adalah kata konotasi,walaupun kata konkret juga banyak digunakan. Imaji atau imaji yang mendominasi adalah imaji visual(penglihatan), sedangkan bahasa kias atau majas yang sering muncul adalah majas personifikasi, yaitu menggambarkan benda-benda mati atau tidak bernyawa seolah-olah hidup.
            Dari segi bentuk, rima yang digunakan penyair pada bait pertama dan kedua adalah rima patah, yaitu dalam bait-bait puisi ada yang tidak berima, sedangkan kata-kata lain pada bait yang sama dan baris yang berbeda memiliki rima, misalnya bait pertama berima /abbaa/ dan pada bait kedua /acbaa/.
            Dalam puisi ini juga terdapat perulangan bunyi konsonan (aliterasi) dan perulangan bunyi vokal(asonansi). Contoh aliterasi pada baris terakhir bait terakhir Alam silam, Malam bertakhta. Jika kita perhatikan, dalam kalimat tersebut terdapat perulangan konsonan m. Sedangkan contoh asonansi pada baris ketiga bait pertama, Padamu, buah hatiku, aku merindu, yaitu perulangan huruf vokal u. Selain itu juga terdapat pada baris ketiga bait kedua, Menyerbu, sayu dan rayu, ke dalam kalbu, yaitu perulangan bunyi vokal u. Contoh lain terdapat pada baris pertama bait terakhir, Wah besar genbira beta. Pada baris ini terdapat perulangan bunyi vocal a.
Bentuk larik dalam puisi ini sudah tidak seperti puisi lama yang tiap baitnya terdiri dari empat baris, tapi sudah berupa bentuk bebas. Ada yang tiap baitnya terdiri dari tiga baris, ada yang dua baris. Contohnya bait pertama tiga baris, bait kedua dua baris dan seterusnya.
            Dari struktur isi, tema yang diangkat adalah ketuhanan. Suasana puisi ini adalah sedih, haru, dan khidmat. Dari keseluruhan isi, kita dapat menyimpulkan bahwa amanat yang terdapat dalam puisi ini adalah Tuhan merupakan tempat kita mengadu, saat kita senang maupun susah. Kalau semua hal kita adukan kepada Tuhan, hati ini akan merasa tenang, lapang, dan bebas dari beban.

Analisis Puisi dengan Pandekatan Ekspresif
            Melalui pendekatan ekspresif, kita akan dapat mengetahui bahwa penyair ingin menyampaikan/mengungkapkan isi hatinya yang bergejolak, namun bisa ditenangkannya setelah dia melepasakan semua bebannya pada Tuhan. Pengarang ingin menyampaikan kegundahan hatinya di tengah malam. Kemudian dia menginginkan waktu untuk mengingat dan memuja Tuhannya agar jiwanya merasa tenang. Setelah keinginannya terpenuhi, dia merasa senang dan gembira. Penyair sangat pandai mengungkapkan isi hatinya sehingga pembaca bisa ikut merasakan perasaan yang dialami penyair. 


Analisis Puisi Hujan Badai karya Rustam Effendi dengan Pendekatan Analitik

HUJAN BADAI
Bersambung kilat di ujung langit,
kata konkret, imaji visual, majas personifikasi
gemuruh-guruh, berjawab-jawaban.
kata konkret, imaji visual, imaji auditif, majas personifikasi
Bertangkai hujan, dicurah awan,
kata konkret, imaji visual, majas personifikasi
mengabut kabut, sebagai dibangkir.
kata konkret, imaji visual, majas simili

Berhambur daun, dibadai angin,
kata konkret, imaji visual, gaya bahasa hiperbola
pakaian dahan beribu-ribuan.
kata konkret, imaji visual
Berkelang kabut tak ketentuan,
kata konkret, imaji visual
menakut hati, menggoyangkan batin.
kata konkret, imaji taktil, imaji visual

Begitu pula di dalam hidup,
kata konkret, imaji visual
Lebih hebat, lebih dahsyat, badai bersabung,
kata konkret, imaji visual, gaya bahasa hiperbola
Lebih berkabut, bercabul topan, menggarung-garung.
kata konkret, imaji visual, gaya bahasa hiperbola

Seorang tidak menolong kulud,
 kata konkret, imaji visual
Hanya tetap, tidak goyang, iman di jantung,
kata konkret, imaji visual, imaji taktil
Yakin mengenal kepada Tuhan, itu tertolong.
kata konkret, imaji visual, imaji taktil

Jika dianalisis menggunakan pendekatan analitik, maka dapat diketahui bahwa: pada bait pertama puisi di atas berima abba. Hal tersebut menandakan bahwa bait pertama puisi itu menggunakan rima berpeluk (rima paut) karena baris pertama berima sama dengan baris ke empat, baris kedua berima sama dengan baris ketiga; bait kedua puisi tersebut berima aaaa. Hal itu menunjukkan kalau bait kedua menggunakan rima rangkai karena kata-kata yang berima terdapat pada kalimat yang beruntun; bait ketiga dan keempat memiliki rima yang sama, yaitu cdd. Rima tersebut dikatakan sebagai rima kembar karena kalimat yang beruntun dua-dua berima sama.
Di dalam puisi tersebut hanya terdapat satu macam perulangan bunyi, yaitu perulangan bunyi konsonan (aliterasi). Perulangan tersebut dapat ditemukan dalam baris kedua dan ketiga pada bait pertama.
Diksi yang digunakan didominasi oleh kata konkret, misalnya pada bait pertama baris pertama /bersambung kilat di ujung langit/, kalimat tersebut sudah merupakan makna sesungguhnya (kata konkret), yaitu sambaran-sambaran kilat di langit yang sampai ke bumi.
Pengimajian yang digunakan dalam puisi tersebut ada tiga, yaitu: imaji visual, misal /bersambung kilat di ujung langit/, secara kasat mata kita dapat melihat kilat di langit; imaji auditif, misal /gemuruh-guruh, berjawab-jawaban/; dan imaji taktil, misal /iman di jantung/, besar atau kecilnya keimanan yang dimiliki oleh seseorang hanya dapat dirasakan oleh orang itu sendiri dari dalam hati nuraninya.
Secara umum, majas yang digunakan adalah majas personifikasi karena dalam soneta di atas, dua bait pertama hanya melukiskan keadaan alam belaka, dan kemudian ini digunakan Rustam sebagai perbandingan dengan kehidupan manusia itu sendiri seperti yang terlihat pada bait berikutnya. Dalam puisi tersebut pula, dapat kita temukan amanat yang ingin disampaikan oleh penyair, yaitu bahwa dalam semua hal, termasuk dalam hujan badai yang begitu dahsyat, seseorang harus tetap yakin kepa Tuhan karena Tuhan akan menolong setiap hamba-Nya yang yakin terhadap-Nya.
Sarana retorika yang digunakan adalah inversi, yaitu menyebutkan predikat terlebih dulu, baru setelah itu subjeknya. Salah satu contoh sarana retorika ini dapat ditemukan pada kalimat /bersambung kilat di bawah langit/, bersambung adalah predikat, sedangkan kilat adalah subjek. Sarana retorika yang lain adalah hiperbola, misalnya terdapat pada kalimat /begitu pula di dalam hidup, lebih hebat, lebih dahsyat, badai bersabung/. Pada kalimat tersebut, kita dapat melihat bahwa penyair terlalu melebih-lebihkan keadaan dari kenyataan yang sebenarnya.
Puisi tersebut memiliki beberapa macam rima. Berdasarkan bunyi bait pertama merupakan rima tak sempurna karena yang berima hanya sebagian suku akhirnya, seperti: la-ngit dan bang-kir, ja-wa-ban dan a-wan. Berdasarkan letak kata-kata dalam baris merupakan rima tertutup, yaitu jika yang berima itu suku akhir tertutup dengan vokal yang diikuti konsonan yang sama dan merupakan rima berpeluk karena baris pertama berima dengan baris keempat, baris kedua berima dengan baris ketiga (abba). Rima asonansi juga ditemukan pada puisi tersebut, misalnya /gemuruh-guruh/, dalam kata tersebut terdapat rima asonansi /u/.
Puisi tersebut berbentuk soneta karena terdiri atas 14 baris (2 kuatrin dan 2 terzina) dan berima /abba/ /abba/ /cdd/ /cdd/.
Berdasarkan struktur isi, tema puisi tersebut adalah tentang pergulatan batin manusia. Nada dalam puisi tersebut menegangkan dan mencekam, sehingga menciptakan suasana yang menegangkan dan mencekam pula. Perasaan pengarang yang dituangkannya ke dalam puisi tersebut bercampur aduk antara rasa sedih, marah, takut, dan keinginan untuk memperoleh ketenangan batin. Amanat yang terkandung di dalamnya adalah seperti apapun masalah yang dihadapi oleh manusia yang beriman, hendaklah ia berusaha dan berpasrah pada Tuhan Yang Maha Esa agar mendapatkan ketenangan jiwa.

Analisis Puisi dengan Pandekatan Ekspresif
Melalui pendekatan ekspresif, dapat kita ketahui bahwa penyair ingin mengungkapkan perasaannya tentang hujan badai dan apa saja yang dapat diakibatkan olehnya. Pengungkapkannya dapat kita lihat dari penggambarannya tentang hujan badai. Pada bait pertama, dapat kita ketahui bahwa hujan badai dapat ditandai dengan adanya kilat yang bersambung-sambungan di langit yang desertai oleh suara-suara gemuruh petir. Kemudian awan yang sebelumnya telah mendung akan mengakibatkan hujan turun dan kabut akan begitu tebal sehingga susah untuk ditembus dengan mata. Ketakutan penyair tentang hujan badai juga digambarkannya pada bait kedua dengan adanya kalimat /menakut hati, menggoyangkan batin/. Meskipun begitu dahsyat hujan badai yang terjadi, penyair tetap yakin bahwa barang siapa yang beriman pada Tuhan,  Tuhan  pasti akan menolongnya. Hal itu seperti yang diungkapkannya pada bait keempat baris ketiga /yakin mengenal kepada Tuhan, itu tertolong/.

Analisis Puisi Gita Gembala karya Moh. Yamin dengan Pendekatan Analitik
GITA GEMBALA
Lemah-gemalai lembut derana
kata konkret, imaji taktil, majas personifikasi
Bertiuplah angin sepantun ribut
kata konkret, imaji taktil, majas personifikasi
Menuju gunung arah ke sana
kata konkret, imaji visual
Membawa awan bercampur kabut.
kata konkret, imaji visual

Dahan bergoyang sambut-menyambut
kata konkret, majas personifikasi
Menjatuhkan embun jernih berwarna
kata konkret, imaji visual
Menimpa bumi, beruap dan lembut
kata konkret, imaji visual, imaji taktil
Sebagai benda tiada guna.
kata konkret

Jauh di sana diliputi awan
kata konkret, imaji visual
Terdengar olehku bunyi nan rawan
kata konkret, imaji auditif
Seperti permata dada perawan.
kata konkret, imaji visual

Alangkah berahi, rasanya jantung
kata konkret, imaji taktil, majas personifikasi
Mendengarkan bunyi suara kulintang
kata konkret, imaji auditif
Melagukan gembala membawa untung?
kata konkret, imaji auditif

            Berdasarkan hasil analisis puisi Gita Gembala karya Moh.Yamin tersebut dapat diketahui bahwa dari segi bahasa, diksi atau pilihan kata yang digunakan sebagian besar adalah kata konkret daripada kata konotatifnya. Penggunaan kata konkret dapat dilihat pada bait kedua “bertiuplah angin“ dan pada bait ketiga yaitu ”menuju angin arah kesana” . Pengimajian yang ditemukan didalam puisi ini ada 3 yaitu imaji visual (sesuatu yang dapat dilihat) misalnya “dahan bergoyang”, imaji auditif (sesuatu yang dapat didengar) misalnya kata “mendengarkan bunyi”, dan yang terakhir adalah imaji taktil (sesuatu yang dapat dirasa) misalnya kata “bertiuplah angin”. Puisi Gita Gembala ini menggunakan 3 bahasa kias/majas yaitu simile, personifikasi, dan metafora tetapi bahasa kias yang cenderung muncul adalah majas personifikasi misalnya saja pada bait pertama baris pertama lemah gemulai lembut derana dan pada baris kedua bertiuplah angin sepantun ribut sedangkan sarana retorika/gaya bahasa cenderung menggunakan hiperbola misalnya saja dalam kata “menjatuhkan embun”
            Bentuk puisi didalam menganalisis puisi tersebut ada 2 yaitu perulangan bunyi dan versifikasi. Perulangan bunyi mencakup rima, aliterasi & asonansi, onomatope. Didalam puisi Gita Gembala ini menggunakan rima/sajak akhir yaitu pola persamaan bunyi yang hampir digunakan oleh setiap penyair, persamaan bunyi yang terdapat diakhir baris. Hal itu dapat dilihat pada bait kedua yaitu diliputi awan, nan rawan, dan dada perawan. Perulangan ada diakhir baris dengan akhiran yang sama yaitu –an. Puisi ini juga mempunyai 2 macam perulangan bunyi, yang pertama aliterasi (perulangan bunyi konsonan) dapat dilihat pada bait pertama yaitu ribut, kabut, menyambut, dan lembut. Konsonan yang mengalami perulangan bunyi adalah ”t”. Yang kedua perulangan bunyi asonansi (perulangan bunyi vokal) juga dapat dilihat pada bait pertama yaitu lembut derana, arah kesana, jernih berwarna, dan tiada guna. Vokal yang mengalami perulangan bunyi adalah vokal ”a” sedangkan versifikasi yang digunakan dalam puisi ini adalah bentuk soneta karena terdiri dari 14 larik yang terdiri dari 1 oktaf dan 2 terzina.
            Dari struktur isi puisi tema yang diambil adalah keindahan alam, sikap penyair terhadap pembaca didalam puisi ini ingin menggambarkan keindahan dan kesenangan saat membaca puisi ini. Dengan menggunakan rima yang bervariasi menghasilkan nada/irama yang indah sehingga perasaan dalam membaca puisi selalu terlihat ceria. Amanat yang dapat ditemukan dalam puisi ini adalah kita dapat melihat kenyataan bahwa menggembala tidak sesusah yang kita pikirkan karena sebenarnya menggembala merupakan kegiatan yang menyenangkan sedangkan nilai yang diambil dari puisi ini adalah nilai estetik/keindahan.
            Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis puisi ini adalah pendekatan analitik dan pendekatan ekspresif. Pendekatan analitik adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik, dan mekanisme hubungan dari setiap elemen intrinsik itu sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentukmaupun totalitas maknanya. Didalam puisi Gita Gembala karya Moh. Yamin ini penerapan pendekatan analitiknya dapat dilihat dari gagasan-gagasan yang ditampilkan didalam puisi. Beliau memunculkan setiap gagasannya dengan sangat imajinatif. Puisi gita gembala ini menggunakan setting tempat yaitu daerah persawahan dengan suasana yang ceria sedangkan pendekatan ekspresif dalam mengapresiasi sastra adalah suat pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang mengajuk emosi atau perasaan pembaca. Pendekatan ekspresif dipilih untuk menganalisis puisi Moh. Yamin ini karena dapat memberikan hiburan dan kesenangan kepada pembacanya. Adanya bahasa kias/majas seperti personifikasi/simile mampu menghasilkan panorama yang menarik. Keindahan juga dapat dilihat dari masalah pola persajakan dan panduan bunyi yang dapat menghadirkan unsur-unsur musikalitas yang merdu dan menarik. Puisi gita gembala ini berisi tentang keindahan kesenangan didalam menggembala yang dapat dilihat dari kata-katanya yang menggunakan alam untuk mendeskripsikan keindahan tersebut.   




Analisis Puisi dengan Pandekatan Ekspresif
Melalui pendekatan ekspresif, dapat diketahui bahwa pengarang ingin mengungkapkan perasaannya tentang alam yang sedang dirasakannya. Tentang angin, gunung, awan, kabut, embun, dan sebagainya. Seperti pada bait pertama, pengarang menggambarkan hembusan angin yang bertiup ke arah gunung. Angin tersebut membawa awan bercampur kabut yang menandakan hari itu akan terjadi hujan. Pada bait-bait selanjutnya pun demikian. Penggambaran-penggambaran kejadian alam dilakukanoleh pengarang.

Analisis Puisi dengan Pendekatan Analitik
SAWAH
Sawah dibawah emas padu
Kata konkret        kata konotatif
Imaji visual           imaji visual
Padi melambai, melalai terkulai
Kata konotatif     kata konkret
Imaji visual           imaji visual dan taktil
                Majas personifikasi
Naik suara salung serunai,
                Imaji auditif  kata konkret
Sejuk didengar, mendamaikan kalbu
Kata konotatif       kata konotatif
Imaji auditif           imaji taktil
                Majas Personifikasi

Sungai brsinar, menyilaukan mata
Kata konotatif        kata konkret
                                   Imaji visual
Menyemburkan buih warna pelangj
Kata konotatif                     kata konkret
                                                Imaji visual
Anak mandi bersuka hati,
Kata konkret        kata konkret
Imaji visual           imaji taktil
Bekejar-kejaran, berseru gempita.
Kata konkret              imaji auditif
Imaji visual

Langit lazurdi bersih sungguh,
                                Kata konkret
                                Imaji visual
Burung elang melayang-layang,
Kata konkret        kata konkret
Imaji visual           imaji visual
Sebatang kara dalam udara.
Kata konotatif, Imaji visual




Desik berdesik daun buluh,
Kata konotatif     kata konkret
Imaji auditif         imaji visual
Dibuai angin dengan sayang,
Kata konotatif, Imaji taktil
Majas personifikasi
Ayam berkokok sayup suara.
Kata konkret            kata konotatif
Imaji visual               imaji auditif

            Pada puisi Sawah tersebut digunakan kata konkret dan konotasi. Namun, kata konkret yang paling dominan digunakan. Kata konotasi hanya terdapat pada kata /padi melambai/. Sedangkan imaji yang ada dalam puisi “sawah” adalah imaji visual (penglihatan) pada kata sawah, padi melambai, anak mandi, melalai terkulai, berkejar-kejaran, burung elang melayang-layang. Imaji auditif (pendengaran) pada kata suara salung, sejak didengar, berseru gempita, desik-berdesik, ayam berkokok, sayup suara.Imaji taktil (perasaan) pada kata bersuka hati, dibuai angin dengan sayang. Tetapi yang mendominasi adalah imajinasi visual, sawah, padi melambai, terkulai, melalai terkulai, menyilaukan mata, anak mandi, berkejar-kejaran, burung elang melayang dan buluh. Puisi tersebut menggunakan majas personifikasi, seperti pada kalimat /Padi melambai, melalai terkulai/. Kata “melambai” lazimnya dilakukan oleh manusia karena hanya manusia yang mempunyai tangan sehingga dapat melambai, tetapi pada puisi ini digunakan pada padi. Dilihat dari isinya, puisi ini bertema keindahan alam.
Puisi ini juga menggunakan rima aliterasi dan asonansi. Contoh adanya rima aliterasi dapat kita temui pada kalimat /Padi melambai, melalai terkulai/, perulangan bunyi vokalnya terdapat pada vokal /a/ dan /i/. Dari kalimat itu pula, kita dapat melihat adanya rima asonansi. Perulangan bunyi konsonannya adalah bunyi /m/ dan /l/.
       Dari segi struktur isi, tema/ide dasar yang diangkat dalam puisi ini yaitu tentang panorama alam (sawah) yang begitu indah agar pembaca bisa merasakan keindahan alam tersebut. Suasana yang terdapat dalam puisi adalah kegembiraan. Penyair ingin menggambarkan tentang keindahan sawah yang dapat dilihat. Oleh karena itu puisi ini didominasi dengan imaji visual karena penyair berharap agar pembaca dapat melihat keindahan sawah tersebut. Penyair berusaha menjelaskan bahwa ada banyak hal yang bisa dinikmati di sawah.



Analisis Puisi dengan Pandekatan Ekspresif
            Puisi yang merupakan ungkapan jiwa pengarangnya tersebut menggambarkan daerah sekitar persawahan. Daerah persawahan tersebut digambarkan begitu indah dan menyenangkan. Kegembiraan anak-anak yang berkejar-kejaran dan mandi di sungai. Sungai yang seakan-akan bersinar karena memantulkan sinar mentari yang menyilaukan mata, namun terlihat indah karena menimbulkan warna pelangi. Pengarang merasa senang dan terpukau oleh panorama alam yang indah tersebut.








































PENUTUP
Simpulan                                                    
Setelah mengapresiasi beberapa puisi angkatan Balai Pustaka menggunakan pendekatan analitik dan ekspresif, dapat disimpulkan bahwa puisi pada angkatan Balai Pustaka sudah mengalami pembaruan dibandingkan dengan puisi lama. Pembaruan tersebut dapat dilihat dari segi bentuk, bahasa, maupun isi. Adanya pembaruan dalam hal puisi ini menyebabkan puisi pada angkatan Balai Pustaka dianggap sebagai masa peralihan dari puisi lama ke puisi baru sehingga ada pula yang menyebut angkatan ini sebagai angkatan pra-Pujangga Baru.
Untuk menganalisis aspek literernya, digunakan pendekatan analitik. Melalui pendekatan tersebut dapat diketahui bahwa secara umum, puisi angkatan Balai Pustaka menggunakan: kata konkret; imaji visual; rima aliterasi dan asonansi; majas personifikasi; dan tema tentang kekaguman terhadap alam, Tanah Air, dan pahlawan, serta berbentuk soneta. Isi puisi pada angkatan Balai Pustaka merupakan ungkapan perasaan pribadi pengarangnya. Oleh karena itu, pendekatan ekspresif juga merupakan pendekatan yang digunakan untuk menganalisisnya. Beberapa puisi yang telah dianalisis menggunakan pendekatan ekspresif menunjukkan bahwa penyair yang mencipta puisi itu pada saat itu sedang mengalami rasa kagum terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakannya, seperti kekaguman pada Tanah Air, alam, dan pahlawan, yang kemudian dituangkannya melalui bahasa puisi.

DAFTAR RUJUKAN

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Sinar Baru
Soetarno. 1981. Peristiwa Sastra Indonesia. Surakarta: Widya Duta
Waluyo, Herman. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga
Ajip, Rosidi. 1976. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Bina Cipta











1 komentar: